POTRET PERTANIAN - Republik Indonesia (RI), Negeriku di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dengan populasi lebih dari 263.846.946 juta jiwa pada tahun 2016, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 220 juta jiwa
Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar dengan populasi mencapai 41,7% dari seluruh penduduk Indonesia. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Indonesia dari jaman dahulu menjadi incaran berbagai Negara disunia karena kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari rempah sampai mineral yang terkandung di bumi Nusantara membuat iri dari negri-negri lainya. Berbagai cara dilakukan untuk menjajah negeri kita Indonesia yang kita cintai ini.
Gunung-gunung emas, Danau-danau minyak, yang tersimpan disetiap sudut negri ini, hamparan hutan dengan keanakaragaman hayati yang terkandung didalamnya yang seharusnnya dikelola oleh Negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan penduduknya.
Gunung emas di explorasi, Mineral dari perut bumi dikuras, Hutan ditebang dengan dalih kesejahteraan untuk negeri, Negeri yang mana ?, negeri siapa ?, Negeri kita kah?!. Ini pertanyaan yang selalu terlintas setiap saat melihat sisi lain dunia penduduk negeri tercinta ini.
Masih banyak sekali kesenjangan social yang terjadi ditingkat penduduk negri ini, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, mungkin inilah nyanyian yang cocok untuk dendangkan ketika melihat ketidak adilan yang terjadi dewasa ini.
Masih ingat dengan perusahaan besar yang yang ahir ahir ini selalu banyak diperbincangkan, baik dimedia onlen visual maupun cetak. Ya Freeport.Sampai 2009 konon Freeport sudah berhasil mengeruk lebih dari 7 juta ton tembaga dan sekitar 725 juta ton emas. Harganya setara dengan Rp 290.000.000 triliun.
Bila belanja Negara (Indonesia) per tahun sekitar Rp 1.000 triliun, maka dari hasil emas Papua itu saja (belum yang lain-lain) sudah bisa memenuhi kebutuhan belanja negara selama 290.000 tahun alias 2.900 abad. Diperkirakan, hingga tahun 2041 masih terdapat cadangan tembaga sebanyak 18 juta ton, dan cadangan emas sekitar 1.430 ton.
Belum lagi kekayaan hutan dan laut. Namun kekayaan yang melimpah ruah itu semua kenyataannya berbeda dengan kondisi warga. Warga belum tentu tercukupi sandang-pangan-papan dan lapangan kerja. Sehingga, banyak yang mencari kerja ke luar negeri sebagai babu
Di negeri orang, ratusan ribu babu berasal dari negeri yang kekayaan alamnya melimpah ruah ini ada yang mendapat perlakuan tidak manusiawi disamping tidak memperoleh upah, sebagaimana terjadi pada Sumiati, Husna, Rohani, Kikim Komalasari yang sempat mencuat dimedia.
Seperti Pepatah lama mengatakan: Ayam bertelur di lumbung padi, mati kelaparan. Kata-kata itu dulu hanya dianggap biasa, bahkan seakan mengada-ada, namun kini bagi yang arif dan tidak mati rasa tentu akan mampu menyerap maknanya bahwa itu adalah sindiran yang luar biasa terhadap keadaan yang aneh tapi nyata ini.
Belum lagi melihat tingkah polah pembesar negeri ini, wakil-wakil rakyak yang kita pilih dari hak-hak suara saat pemilu, seakan mereka hanya mementingkan kepentingan partai dan saku mereka untuk memperkaya diri, tanpa mempedulikan nasib yang para penduduk negeri ini.
Mereka megeruk hak-hak rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan. bangsa ketimuran yang mulai terdegredasi oleh budaya para Koruptor. Budaya yang menyesengsarakan masyarakat. Budaya yang memiskinkan negeri ini. Buya memakan hak-hak negeri ini. Budaya memalukan yang berusaha diberantas oleh para pembesar negeri ini yang masih peduli dengan nasib bangsa dan masarakatnya ( KPK).
Doa kami dari sudut negeri, semoga kemelut yang terjadi segera berlalu, semua komponen negri ini ingat kembali tujuan kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita. Semoga semua sadar akan hak dan kwajiban sehingga tercipta kesejahteraan rakyatnya yang sesungguhnya seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 45.
(Prasetyo Budi)