Potret Pertanian - Krisan, dibawa oleh ahli botani Belanda dan diperkirakan masuk ke wilayah Indonesia sekitar 1920-an. Dua dekade kemudian, Krisan mulai dikembangkan di berbagai dataran tinggi di Indonesia. Hingga 1960, usaha budidaya Krisan secara tradisional di lahan terbuka mulai berkembang di daerah tersebut untuk menghasilkan bunga potong. Sekitar 1980-an, usaha Krisan berkembang menjadi skala industri yang dimotori PT Alam Indah Bunga Nusantara di Cipanas-Cianjur.
Saat itu, perusahaan tersebut mengadopsi teknologi Krisan dari Belanda, dan mendapat bimbingan langsung dari para ahli Krisan Belanda. Namun, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, para pengusaha Krisan tak lagi mampu mengimpor sarana produksi, termasuk benih dari negara lain karena tingginya nilai mata uang asing. Mereka mulai beralih menggunakan sarana produksi, termasuk varietas dan benih yang dihasilkan oleh para peneliti di dalam negeri.
Era jatuh bangun Krisan telah usai. Produksi Krisan terus meroket dalam 10 tahun terakhir sejalan dengan meningkatnya kebutuhan di dalam negeri. Direktorat Jenderal Hortikutura pada 2014 menyebutkan, bunga potong Krisan menduduki peringkat pertama terhadap total produksi bunga potong nasional sebesar 57,67%, disusul Mawar 23,36%, Sedap Malam 14,12%, dan Anggrek 2,66%.
Peningkatan produktivitas Kristan didorong oleh tersedianya teknologi yang lebih efisien, dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengarah pada budaya penggunaan bunga. Faktor lainnya, berkembangnya sektor pariwisata yang menjadikan tanaman hias sebagai elemen penting pendukung industri wisata di berbagai daerah. Selain itu, Krisan dikenal sebagai komoditas yang memiliki cabang industri luas. Di antaranya dapat dikembangkan untuk bahan kosmetik, teh, produk herbal, insektisida botani, dan lainnya.
Peningkatan usaha budidaya Krisan perlu didorong agar memberikan dampak lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi makro di dalam negeri. Salah satu upayanya yaitu melalui penerapan Pengembangan Kawasan Agribisnis Florikultura. Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan Pengembangan Kawasan Agribisnis Florikultura sebagai program utama pembangunan komoditas unggulan daerah yang dimaksudkan untuk a) menghasilkan produk skala massal yang bermutu tinggi; b) Memudahkan pengelolaan rumpun usaha yang serupa ke dalam satu unit usaha yang terintegrasi; c) menghimpun tenaga kerja yang terampil dan terspesialisasi; d) melakukan pemusatan investasi, input dan jasa-jasa; e) mengembangkan jaringan pemasaran, dan f) mengembangkan inovasi spesifik lokasi dan spesifik komoditas sesuai kebutuhan. Tentunya program tersebut perlu didukung oleh penerapan inovasi secara berkelanjutan, untuk membangun sistem produksi yang tangguh sehingga Krisan dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa.
Penerapan dukungan inovasi dalam kawasan agribisnis Krisan diharapkan dapat meningkatkan muatan inovasi dalam sistem agribisnis Krisan yang berbasis sumber daya lokal, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produksi, kualitas hasil, dan produktivitas usaha tani Krisan dengan diterapkannya Standar Operasional Prosedur produksi dan penanganan pascapanen berbasis Good Agricultural Practices dan Good Handling Practice. Implementasi dari dukungan inovasi tersebut terttuang dalam program dukungan pengembangan kawasan selama kurun waktu 2014-2016 dilakukan di beberapa daerah di antaranya Sukabumi, Jawa Barat; Wonosobo, dan Batang, Jawa Tengah.
Kerja sama Pemda Kabupaten Sukabumi yang dikenal sebagai salah satu pemasok tanaman hias besar nasional dengan Balitbangtan, yang digawangi oleh Balai Penelitian Tanaman Hias dan BPTP Jawa Barat diawali dengan kegiatan temu lapang sebagai inisiasi program pengembangan tanaman hias di daerah tersebut. Inisiasi introduksi teknologi inovasi dimulai pada 2013-2014 pada Gapoktan ‘Tani Asri’ di Kecamatan Sukaraja berupa gelar teknologi varietas, teknologi produksi dan pebenihan Krisan.
Kegiatan ini kemudian berkembang dengan dukungan BPTP Jawa Barat pada skema pengembangan pertanian bioindustri dan Direktorat Florikultura melalui program jambore tanaman hias sedap malam. Pada 2015, kegiatan pengembangan tanaman hias di Sukabumi menapaki era baru dengan dikukuhkannya Kabupaten Sukabumi sebagai Kawasan Agribisnis Hortukultura berbasis Inovasi pada September 2015 yang dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Kapuslitbang Hortikultura, dan para pejabat SKPD Kabupaten Sukabumi, Puslitbang Hortikultura, serta Direktorat Florikultura. Kegiatan pengembangan tanaman hias di Sukabumi kemudian merambah ke komoditas tanaman hias lain selain Krisan dan sedap malam, dengan mengangkat isu-isu strategis seperti pengendalian OPT ramah lingkungan dan pertanian organik.
Selain di Sukabumi, program pengembangan kawasan agribisnis tanaman hias juga dilakukan di Wonosobo dan Batang, Jawa Tengah. Program diseminasi teknologi inovasi Balitbangtan di Wonosobo pada awalnya merupakan program dukungan kepada agenda Pemda Wonosobo dalam kerangka misi pengembangan Green City. Konsep pengembangan kota Green City memprioritaskan komoditas hortikultura dalam pengembangan potensi ekonomi daerah yang berbasis pertanian dan pariwisata.
Saat itu, perusahaan tersebut mengadopsi teknologi Krisan dari Belanda, dan mendapat bimbingan langsung dari para ahli Krisan Belanda. Namun, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia, para pengusaha Krisan tak lagi mampu mengimpor sarana produksi, termasuk benih dari negara lain karena tingginya nilai mata uang asing. Mereka mulai beralih menggunakan sarana produksi, termasuk varietas dan benih yang dihasilkan oleh para peneliti di dalam negeri.
Era jatuh bangun Krisan telah usai. Produksi Krisan terus meroket dalam 10 tahun terakhir sejalan dengan meningkatnya kebutuhan di dalam negeri. Direktorat Jenderal Hortikutura pada 2014 menyebutkan, bunga potong Krisan menduduki peringkat pertama terhadap total produksi bunga potong nasional sebesar 57,67%, disusul Mawar 23,36%, Sedap Malam 14,12%, dan Anggrek 2,66%.
Peningkatan produktivitas Kristan didorong oleh tersedianya teknologi yang lebih efisien, dan perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengarah pada budaya penggunaan bunga. Faktor lainnya, berkembangnya sektor pariwisata yang menjadikan tanaman hias sebagai elemen penting pendukung industri wisata di berbagai daerah. Selain itu, Krisan dikenal sebagai komoditas yang memiliki cabang industri luas. Di antaranya dapat dikembangkan untuk bahan kosmetik, teh, produk herbal, insektisida botani, dan lainnya.
Peningkatan usaha budidaya Krisan perlu didorong agar memberikan dampak lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi makro di dalam negeri. Salah satu upayanya yaitu melalui penerapan Pengembangan Kawasan Agribisnis Florikultura. Kementerian Pertanian (Kementan) telah menetapkan Pengembangan Kawasan Agribisnis Florikultura sebagai program utama pembangunan komoditas unggulan daerah yang dimaksudkan untuk a) menghasilkan produk skala massal yang bermutu tinggi; b) Memudahkan pengelolaan rumpun usaha yang serupa ke dalam satu unit usaha yang terintegrasi; c) menghimpun tenaga kerja yang terampil dan terspesialisasi; d) melakukan pemusatan investasi, input dan jasa-jasa; e) mengembangkan jaringan pemasaran, dan f) mengembangkan inovasi spesifik lokasi dan spesifik komoditas sesuai kebutuhan. Tentunya program tersebut perlu didukung oleh penerapan inovasi secara berkelanjutan, untuk membangun sistem produksi yang tangguh sehingga Krisan dapat dimanfaatkan sebagai sumber devisa.
Penerapan dukungan inovasi dalam kawasan agribisnis Krisan diharapkan dapat meningkatkan muatan inovasi dalam sistem agribisnis Krisan yang berbasis sumber daya lokal, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas produksi, kualitas hasil, dan produktivitas usaha tani Krisan dengan diterapkannya Standar Operasional Prosedur produksi dan penanganan pascapanen berbasis Good Agricultural Practices dan Good Handling Practice. Implementasi dari dukungan inovasi tersebut terttuang dalam program dukungan pengembangan kawasan selama kurun waktu 2014-2016 dilakukan di beberapa daerah di antaranya Sukabumi, Jawa Barat; Wonosobo, dan Batang, Jawa Tengah.
Kerja sama Pemda Kabupaten Sukabumi yang dikenal sebagai salah satu pemasok tanaman hias besar nasional dengan Balitbangtan, yang digawangi oleh Balai Penelitian Tanaman Hias dan BPTP Jawa Barat diawali dengan kegiatan temu lapang sebagai inisiasi program pengembangan tanaman hias di daerah tersebut. Inisiasi introduksi teknologi inovasi dimulai pada 2013-2014 pada Gapoktan ‘Tani Asri’ di Kecamatan Sukaraja berupa gelar teknologi varietas, teknologi produksi dan pebenihan Krisan.
Kegiatan ini kemudian berkembang dengan dukungan BPTP Jawa Barat pada skema pengembangan pertanian bioindustri dan Direktorat Florikultura melalui program jambore tanaman hias sedap malam. Pada 2015, kegiatan pengembangan tanaman hias di Sukabumi menapaki era baru dengan dikukuhkannya Kabupaten Sukabumi sebagai Kawasan Agribisnis Hortukultura berbasis Inovasi pada September 2015 yang dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Kapuslitbang Hortikultura, dan para pejabat SKPD Kabupaten Sukabumi, Puslitbang Hortikultura, serta Direktorat Florikultura. Kegiatan pengembangan tanaman hias di Sukabumi kemudian merambah ke komoditas tanaman hias lain selain Krisan dan sedap malam, dengan mengangkat isu-isu strategis seperti pengendalian OPT ramah lingkungan dan pertanian organik.
Selain di Sukabumi, program pengembangan kawasan agribisnis tanaman hias juga dilakukan di Wonosobo dan Batang, Jawa Tengah. Program diseminasi teknologi inovasi Balitbangtan di Wonosobo pada awalnya merupakan program dukungan kepada agenda Pemda Wonosobo dalam kerangka misi pengembangan Green City. Konsep pengembangan kota Green City memprioritaskan komoditas hortikultura dalam pengembangan potensi ekonomi daerah yang berbasis pertanian dan pariwisata.
Baca Juga :
EmoticonEmoticon